Transtimur.com–Menjaga perekonomian nelayan di tengah pandemi COVID-19, salah satunya dengan membuat inovasi bahan pengawet bagi ikan hasil tangkapan nelayan. Salah satu produk inovasi tersebut adalah Pengawet Ikan Organik (PIO) yang dikembangkan Sinergi Organik Globalindo yang tak menggunakan bahan kimia berbahaya.
Sesuai dengan namanya, semua bahan baku PIO tidak menggunakan zat kimia berbahaya. Pasalnya, jangan sampai nelayan memiliki ketergantungan dengan menggunakan formalin atau zat kimia berbahaya dalam mengawetkan hasil laut.
“Satu liter PIO dibanderol Rp 150 ribu untuk mengawetkan ikan sebanyak 250 kilogram. Ini bisa menjadi pengganti formalin yang tidak baik untuk kesehatan,” ucap Direktur Pemasaran Sinergi Organik Globalindo Restu Kusumah dalam seminar Solusi Meningkatkan Ekonomi Nelayan di Tengah Pandemi Melalui Produk Inovatif” di Bandung, Jumat (8/1).
Dikutip dari laman detiknews, Kualitas ikan yang terjaga secara langsung meningkatkan produksi nelayan serta tingkat konsumsi ikan dan hasil tangkapan laut bagi masyarakat. Selain itu, ia menyebut membuka peluang bagi distributor untuk memaksimalkan potensi pasar di 34 provinsi di Indonesia dengan nilai hingga Rp 56 miliar per tahun dari industri kelautan.
“PIO ini tidak memiliki kadaluarsa, namun sesuai anjuran pemerintah, kadaluarsanya dibatasi hingga dua tahun,” terang dia.
Ketua Tim Inovasi Universitas Padjadjaran Prof Keri Lestari mengatakan terus mendorong pemerintah bersama akademisi dan dunia usaha menyediakan pengawet ikan yang aman, terutama pengawet alami untuk digunakan para nelayan dan pedagang hasil laut.
“Kalau yang namanya formalin itu kan zat kimia yang harusnya memang tidak digunakan, tapi kenyataannya di lapangan ada. Padahal formalin atau boraks bisa memicu penyakit kanker. Seharusnya, ikan dan hasil laut menjadi makanan yang sehat dan bergizi,” kata dia.
“Salah satunya pengawet berbahaya ini masalahnya, bisa jadi dari makanan yang dikonsumsi jadi mengaktifkan sel kanker tersebut. Jadi ada senyawa karsinogenik, dalam jangka waktu yang tiba-tiba banyak, atau sedikit-sedikit tapi dalam jangka panjang, akan mengaktifkan sel kanker,” katanya.
Selama ini pun, BPOM telah merekomendasikan sejumlah pengawet yang relatif aman dan diizinkan untuk menjadi pengawet ikan. Namun, kebanyakan sulit didapat oleh nelayan atau pedagang.
“Makanya kami berharap ini juga ada pendampingan Kementerian Kelautan dan Perikanan, bagaimana produk pengawet alami inovasi yang bagus untuk kesehatan ini, dapat mudah dijangkau. Maka kerjasamanya harus ada akademisi, pemerintah, dan unsur bisnis, sehingga bisa mendapatkan produk ini ke supply chain. Ini diharap jadi kerja sama baik dan warga dapat manfaat,” katanya.
Keri pun mengapresiasi inovasi yang diciptakan Zhafira Samudra Nusantara dan Sinergi Organik Globalindo yang meluncurkan Pengawet Ikan Organik (PIO). Bukan dari zat kimia apalagi zat berbahaya, pengawet ikan alami ini terbuat dari selada air, kesemek, bayam, dan garam, yang difermentasikan.(red)
Komentar