Transtimur.com–Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Laksamana Muda (Purn) Soleman B. Ponto menepis kemungkinan seaglider di perairan Selayar sebagai alat spionase China.
Sebab ‘Negeri Tirai Bambu’ itu sudah memiliki kerja sama penelitian bidang kelautan dengan LIPI, juga Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Menyebut seaglider sebagai sebagai alat mata-mata itu berlebihan, karena China bisa mendapatkan semua data kelautan secara legal lewat kerja sama dengan LIPI dan KKP,” kata Soleman kepada detikcom, dikutip Kamis (7/1/2021) malam.
Soleman bercerita, kisah penjualan data kelautan memang pernah terjadi pada sekitar tahun 1984. Pelakunya Letkol Susdaryanto yang bertugas pada Dinas Pemetaan Angkatan Laut.
Kala itu dia bermaksud menjual data-data kelautan kepada Alexander Pavlovich Finenko dan Asisten Atase Rusia di Indonesia, Letkol Sergei Egarov. Keduanya dari dinas rahasia Rusia, KGB.
Namun ketika dua rol film yang dikemas dalam bungkus pasta gigi akan diserahkan kepada Egarov di sebuah rumah makan di Jakarta Timur, Badan Koordinasi Intelijen Negara (kini BIN) menangkapnya.
“Sejak saat itu tidak ada lagi penjualan data-data kelautan. Tapi bukan berarti upaya ilegal itu berhenti. Tapi mereka melakukan dengan cara resmi yakni dengan kerjasama penelitian,” terang Soleman.
Sebelumnya kerja sama penelitian berada di bawah kendali Pusat Hidrografi dan Oseanografi (Pushidros), TNI – AL. Namun selanjutnya dipecah keenam lembaga seperti Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional), Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI).
“Waktu di bawah Pushidros, setiap kegiatan survei bawah laut yang dilakukan pihak luar harus ada pengawasan intelijen. Saya pernah ikut terlibat.
Namun sejak kewenangan survei dikerjakan oleh lembaga-lembaga lain kegiatan tersebut berjalan sendiri-sendiri,” paparnya.
Kembali ke soal seaglider yang ditemukan di Selayar, Soleman menduga ada kemungkinan milik China yang dipakai di Laut China Selatan. Tapi karena rusa kemudian terbawa arus hingga ke perairan Indonesia.Soal anggapan alat tersebut digunakan untuk memata-matai Indonesia dia tetap menepisnya.
Alat itu sudah menjadi barang rongsokan sehingga tidak diambil lagi oleh pemiliknya.
“Buat apa memata-matai laut kita wong kita sudah telanjang bulat kok. Lagi pula data yang didapat dari survei bawah laut itu hanya berupa kedalaman laut, kadar garam, serta posisi ikan saja. Tidak seperti di daratan,” ujarnya.
Untuk diketahui, seaglider di Pulau Selayar ditemukan oleh nelayan, Saeruddin (60), akhir Desember lalu. Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah sempat menyebutnya sebagai alat mata-mata.
Dari gambar-gambar yang dimilikinya, Nurdin menyebut seaglider tersebut mirip dengan produk China.
“Itu mata-mata, kita sudah koordinasi dengan Danlantamal (Lantamal VI Makassar),” ujarnya. Tapi belakangan dia meralatnya dan menyerahkan kepada TNI AL untuk mengusutnya.(Red)
Komentar