
Sula, Transtimur.com – Perusahan Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), CV. Permata Delapan Empat (PDE), diduga melakukan pengrusakan hutan diatas lahan seluas 700 hekatre atau Hekatar (ha) tanpa reboisasi atau tanam kembali sebagaimana tertuang dalam dokumen perizinan.
Aktivitas logging ini berlangsung di kawasan hutan Desa Bruakol, Kecamatan Mangoli Tengah dan kawasan hutan Desa Kaporo, Kecamatan Mangoli Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara.
Kegiatan penebangan dilakukan atas dasar IPK yang diterbitkan oleh Dinas LIngkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Maluku Utara. Namu berdasarkan temuan di lapangan, perusahan tersebut tak kunjung melakukan penanaman kembali atau reboisasi meski kegiatan penebang sudah selesai.
Masa berlaku IPK CV. PDE akan berahir pada 3 Mei 2025, yang berarti waktu perusahan untuk menyelesaikan kewajiban reboisasi semakin sempit. Sampai saat ini, tanggung jawab tersebut belum dilaksanakan oleh pihak perusahan dan kuasa pengguna lahan (KPL), Ikram Fataruba.
Dalam keterangannya, Ikram Fataruba menjelaskan, bahwa pihaknya telah berencana melakukan reboisasi atau tanam kembali pala dan cengkeh, tapi saat ini belum tersedia di lokasi.
“Kelompok tani tanam kembali pala dan cengkeh. rencananya beli bibit di Desa Wai,U, Kecamatan Mangoli Tengah. Tapi saat ini bibit memang belum tersedia di lokasi. saya juga belum bisa pastikan kapan dimulai, tetapi reboisasi tetap dilakukan. lebih jelasnya konfirmasi ke UPTD karena dokumennya ada disana,”ujar Ikram, pada Selasa (30/4/2025).
Semantara itu, Kepala UPTD Kehutanan Kepulauan Sula, Arman Sangadji, menegaskan bahwa, perusahan CV.PDE dan KPL Ikram Fataruba harus menyelesaikan kegiatan reboisasi atau tanam kembali sesuai komitmen awal. Karena memang pihak perusahan yang melaksanakan kegiatan harus mengikuti prosedur, dan Penanaman seharusnya dilakukan sebelum kegiatan berahir.
“Saya juga sudah sampaikan ke Icon (Ikram Fataruba red) agar segera mengambil langkah untuk menyiapkan bibit dan mulai menanam, tapi sampai sekarang kelihatanya belum dilakukan,”tegas Arman.
Arman mengatakan, rencana reboisasi atau tanam kembali memang ada, dengan pola jarak tanam 10 x 10 meter.
“Sesuai dokumen itu kalau tidak salah, tanam pala, dan jarak tanamnya sekitar 10 x 10 meter, karena kita mengacu pada jarak tanam yang disampaikan teman-teman dari Pertanian. Karena saat pohon tumbuh dan berporduksi, kalau terlalu rapat, cabangnya bisa bertemu dan menurunkan hasil produksi,”jelas Arman.
Ia menambahkan, pola 10 x 10 meter ini, untuk menghindari pohon yang terlalu berdekatan saat tumbih besar, sekaligus memberi ruang yang cukup bagi pohon pala berkembang dengan baik.
Selain itu, Arman juga mengakui, perusahan CV. PDE telah beroperasi lahan seluas 700 hekatare.
“Luas operasi perusahan itu 700 hektar, di Desa Bruakol 500 haktar, dan Desa Kaporo kurang lebih 200 hektar,”tambahnya.
Arman mengungkapkan bahwa UPTD sudah melakukan pengecekan di lapangan sebanyak dua kali, Namun, hingga kini baru terdapat titik pembibitan di Desa Bruakol. (Ikram sebut belum ada bibit).
“Sesuai izin, mekanismenya itu kelompok pemegang kegiatan pengadaan bibit, kemudian masayarakat yang tergabung dalam kelompok tani yang melakukan penanaman. terkait dokumen teknisnya, kami di UPTD tidak ada, hanya ada Surat Keputusan (SK) dari Dinas Kehutanan Provinsi Malut yang ditanda tangani Pak Hi. Samsul,”ujarnya.