Protes Front Bumi Loko Desa Kou Menolak IUP di Pulau Mangoli

Transtimur.com – Massa yang berasal dari Front Bumi Loko Desa Kou, Kecamatan Mangoli Timur, Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara, menggelar aksi protes menentang pemberian izin 10 Usaha Pertambangan (IUP) yang direncanakan akan beroperasi di Pulau Mangoli.

Aksi dimulai dari Pasar Basanohi Sanana, Desa Fogi, dengan massa membentangkan spanduk penolakan izin 10 IUP dan mengibarkan berbagai umbul-umbul. Massa kemudian melakukan konvoi menuju taman kota Sanana dan berlanjut ke Istana Darah (Isda) Desa Fagudu, Kecamatan Kita Sanana, pada Kamis (31/8/2023).

Rinaldi Gamkunora, koordinator aksi, dalam orasinya menyatakan bahwa mereka turun ke jalan untuk mengungkapkan keprihatinan terkait dampak dari rencana pertambangan tersebut. Ia menyatakan bahwa pertambangan bukanlah solusi untuk kesejahteraan masyarakat, karena dampaknya hanya bersifat sementara dan setelah tambang ditutup, akan meninggalkan bencana bagi lingkungan.

Ia juga mengungkapkan ketidakpuasan terhadap Presiden RI Joko Widodo, Gubernur Maluku Utara, dan khususnya Bupati Kepulauan Sula yang dinilai tidak memihak kepada rakyat dan masyarakat setempat. Rinaldi menegaskan bahwa ia siap berjuang dan bahkan mengorbankan nyawanya demi keberlanjutan Desa Kou.

Galang Teapon, salah satu peserta aksi, mengungkapkan bahwa Pulau Mangoli, yang merupakan bagian dari Kabupaten Kepulauan Sula, telah diberikan izin 10 IUP meskipun memiliki luas wilayah yang terbatas, yaitu hanya 2.248.586 KM2. Salah satu perusahaan yang terlibat adalah PT Indonneral, yang telah melakukan survei dan pemasangan patok di kebun warga Desa Kou tanpa izin.

Aktivitas ini dianggap mengancam kehidupan masyarakat dan sumber mata pencaharian warga, terutama petani kelapa, coklat, cengkeh, dan pala. Galang mengkhawatirkan bahwa perusahaan tambang akan mengancam keberlangsungan kehidupan masyarakat dan merusak lingkungan, serta memicu banjir yang dapat merusak kebun dan rumah-rumah warga.

Kebun yang sudah ada selama puluhan hingga ratusan tahun akan hilang jika perusahaan tambang beroperasi. Masyarakat Desa Kou dan desa-desa tetangga yang sering dilanda banjir akan semakin rentan terdampak jika aktivitas pertambangan dimulai.

Aksi protes ini menegaskan penolakan masyarakat terhadap izin pertambangan yang dianggap merusak lingkungan dan sumber mata pencaharian. Massa mengharapkan perhatian dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten untuk mencabut izin tersebut demi menjaga keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.