Transtimur.com — Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Canga Maluku Utara, mendesak dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) agar segera memverifikasi kembali berkas atau administrasi calon kepala desa periode 2021-2027 di desa galao, Kecamatan Loloda Utara Kabupaten Halmahera Utara (Halut).
Pasalnya kelima calon kepala desa (Cakades) galao di antaranya diduga menggunakan ijazah orang lain alias palsu.
Hal ini disampaikan oleh Direktur YLBH canga malut, Supriadi Hamisi, kepada transtimur.com, jumat (8/10/2021) mengatakan, Di antara lima calon kepala desa ada salah satunya oknum yang di duga menggunakan ijazah yang tidak sesuai dengan identitas dirinya.
Konteks permasalahanya panitia pemilihan tingkat desa ketika melakukan verifikasi berkas namun di temukan berkas salah satu calon desa ijazahnya bermasalah dan itu pihak panitia menyatakan tidak valid.
Saat pendaftaran cakades oknum yang bersangkutan melalui panitia kabupaten
Halut dalam hal ini dinas pemberdayaan masyarakat desa (DPMD) namun menurut pihak dinas bahwa panitia cakades tingkat desa tidak mempunyai wewenang untuk menyatakan calon tersebut bermasalah atau tidak, kisahnya.
Menurut Supriadi, panitia pemilihan cakades tingkat desa sifatnya hanyalah sementara dan pelaksanaan tugasnya berdasarkan peraturan bupati (Perbub) teknisnya untuk melakukan penanganan pemeriksaan berkas para calon.
“sejauh pengalaman saya karena dirinya pernah menjadi panitia pemilihan cakades, panitia desa punya kewenangan untuk memeriksa kelengkapan berkas sabagai syarat administrasi”.
Dan jikalau itu terdapat berkas tidak memenuhi persyaratan maka itu dinyatakan tidak lolos administrasi, tegasnya.
Dirinya mengungkapkan bahwa ada salah satu calon yang di duga menggunakan ijazah tidak sesuai dengan nama aslinya dengan di ijazah berbeda.
“taruh lah namanya misalkan si A namun ijazah yang di gunakanya saat pendaftaran nama si B dan itu panitia pemilihan cakades wajib hukumnya untuk mengugurkan oknum calon tersebut sebagai peserta”.
Lantaran pihak panitia cakades tingkat desa melakukan investigasi, itu bukan ijazahnya namun ada dugaan oknum tersebut menggunakan ijazah orang lain untuk kepentingan pribadinya, jelasnya.
Dan panitia desa melaporkan dugaan tersebut ke panitia kabupaten namun hal itu di jawab oleh pihak DPMD mengatakan itu bukan urusan tingkat desa. Secara pemerintahan perlu dipertanyakan karena menurut Supriadi bahwa itu bukan wilayah mereka (kabupaten) karena itu adalah kewenangan panitia didesa, cecarnya.
Jika itu bermasalah dan panitia berdiam diri bahwa mereka juga turut melegitimasi dan pemalsuan ijazah bisa berbaur pidana karena di duga memalsukan dokumen dan itu panitia desa punya kewajiban untuk mengantisipasinya, pungkasnya.
Yang berhak menyatakan peristiwa tersebut yaitu dari dinas pendidikan terkecuali kalau masalah dugaan pemalsuan dokumen di proses ke ranah hukum dan sepanjang itu belum di proses secara pidana, maka panitia punya kewajiban menyatakan bahwa ijazah tersebut palsu tau tidak sebagai dugan sementara, kata Supriadi.
Itu merupakan hasil kajian dari pihak panitia desa yang di anggap keliru maka itu harus dikehendaki oleh pihak panitia desa kabupaten karena akan beresiko ketika masuk unsur pidana.
“dalam konteks hukum pidana yaitu mereka yang menyuruh atau turut serta membantu dan seterusnya dan kalau berdiam diri di anggap mereka melakukan”tutupnya. (ril)
Komentar