Pemilik Lahan Plaza Gamalama Minta Ganti Rugi Rp 4 Miliar

Transtimur. com — Lahan gedung mewah, Plaza Gamalama yang terletak di Kawasan Pusat Kota Ternate, Kelurahan Gamalama, ternyata belum bersertifikat, Jumat (30/7/2021).

Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ternate, Rio Kurniawan mengakui status lahan Plaza Gamalama belum miliki sertifikat.

Menurutnya, sebagian lahan telah dilakukan pembebasan, itu diketahui peta pengukuranya belum mengantongi sertifikat yang diterbitkan oleh BPN. Bahkan status lahan bangunan tersebut masih masuk status lahan milik negara.

“jadi berdasarkan peta memang belum ada, cuman mungkin sudah dilakukan pengusulan karena belum disertifikatkan, pelepasannya bisa dibawah tangan saja bukan berupa balik nama sertifikat, “terangnya.

Rio Kurniawan bilang, bangunan berlantai empat itu memang statusnya bangunan publik dan tidak merupakan kewajiban. Dimana, BPN sendiri hanya mempunyai kewajiban melakukan pendaftaran bidang tanah saja jika ada petugas yang turun dilapangan guna melaksanakan program PTSL sistematis tetap dilakukan pendataan.

Ketika di sentil tentang keberadaan bagian lahan yang merupakan tanah timbunan yang memiliki sertifikat atau berada di tepi pantai, ia mengatakan terkait dengan masalah tanah yang di timbun atau bangunan yang berada di pesisir pantai seperti perusahaan listrik negara (PLN) atau bangunan publik lainya bahkan untuk kepentingan umum tidak ada jarak yang harus di tentukan

“seperti bangunan PLN yang di kelurahan kayu merah berada di pesisir pantai karena mesin tersebut butuh pengambilan air untuk di jadikan pendingin pada mesin, jadi dalam ketentuanya tidak ada masalah,”tuturnya.

Disisi lain, Kepala Dinas Perumahan Rakyat  Kawasan Pemukiman (Perkim) Kota Ternate, Nuryadin Rachman, ketika dikonfirmasi terkait keberadaan aset milik Pemkot yang belum bersertifikat tersebut, mengatakan bahwa saat ini masih dalam proses.

Dokumen kepemilikan lahan tersebut lanjut Nuryadin, lahan Plazza Gamalam sudah dilakukan pembebasan namun belum dilakukan balik nama dari pemilik lahan sebelumnya.

Nuryadi mengungkap ada sekitar 8 bidang tanah di bagian sisi timur belum dilakukam pembebasan karena upaya pembebasan sebagian lahan di areal tersebut masih terkendala. Dimana pemilik lahan sebelummya menuntut ganti rugi lahan sebesar Rp 4 miliar per sebidang tanah.

Sementara luas areal lahan hanya berkisar 20 meter persegi selain itu pembebasan lahan tentunya harus melalui perhitungan lembaga yang ditunjuk pemerintah guna melakukan penilaian, kisahnya.

“Rencanya tahun depan juga akan kami usulkan anggaran untuk pembebasan disekitar areal tersebut”.

Nuryadin menambahkan, pembebasan lahan untuk kepentingan umum sendiri, misalnya oleh setiap organisasi perangakat daerah (OPD) diwajibkan untuk penyiapan dokumen perencanaan pembebasan lahan melalui tim penilaian.

Hal ini mengacu pada ketentuan peraturan mentri (Permen) Nomor, 90 yang mewajibkan setiap pelaksanaan kegiatan misalnya oleh OPD wajib melampirkan dokumen perencanaan terkait pembebasan lahan dimana ketentuan ini bakal di sosialisasikan ke OPD.

“jadi penyiapan dokumen perencanaan menyangkut pembebasan lahan ini wajib disiapkan oleh setiap OPD, misalnya terkait rencana pembangunan dermaga di Hiri oleh Kementrian Perhubungan Laut, mereka juga sudah siapkan dokumen perencanaan pembebasan lahanya,” tutup Nuryadin Rahman. (ril)