Kerusakan Mangrove di Sanana Utara Mengkhawatirkan

Transtimur.com — Koordinator Green Community, Sahul Takim meminta masyarakat di pesisir Sanana Utara maupun pihak lain agar tidak merusak hutan mangrove, Rabu (28/7/2021). Pasalnya Hutan Mangrove atau Hutan bakau, juga menjadi tempat ikan bertelur, dan tempat berkembang biak ikan serta satwa lain, sehingga harus dijaga.

“Persoalan kerusakan mangrove di Sanana Utara sudah mengkhawatirkan,”katanya

Sahrul Menilai, Kepulauan Sula terlihat gagal menjaga kelestarian laut dan pantainya. Diamana beberapa populasi ikan yang familiar di konsumsi masyarakat setempat sekarang perlahan mulai menghilang. ini akibat rumah ikan mulai dihancurkan tanpa memikirkan dampak kedepan.

Selain rumah bagi satwa, Lanjut Sahul, Hutan mangrove merupakan paru dunia yang berfungsi sebagai penyejuk udara serta bagian dari lingkungan laut yang bertujuan untuk menjaga ekosistem laut agar tidak terjadi abrasi.

“Hutan mangrove yang hidup dan berkembang di garis-garis pantai memiliki fungsi untuk menjaga ekosistem hayati agar dapat seimbang dan dapat mempertahankan kelangsungan kehidupan manusia dan kehidupan mahluk hidup yang lain,”jelasnya.

Dikatakan, bahwa beberapa pembangunan yang ada di pesisir pantai Sanana Utara yang merusak hutan bakau maka

“Diharapkan kepada pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula Khususnya dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup agar lebih ketat dalam mengawasi masyarakat yang mengambil kayu mangrove untuk kepentingan pribadi atau pihak lain yang melakukan pembangunan tanpa izin lingkungan,”tuturnya.

Karena hal itu akan memberikan dampak buruk bagi ekosistem. Selain itu pihak pemerintah kabupaten kepulauan Sula harus rutin memberikan edukasi kepada seluruh masyarakat tentang pentingnya hutan mangrove dan penanaman kembali hutan mangrove, karena banyak mayarakat yang belum memahami tentang fungsi dan manfaat hutan mangrove bagi ekosistem.

Menurut Dosen STAI Sula itu menambahkan, Penebangan Hutan Mangrove itu adalah tindakan melawan hukum. sebagaimana diatur dalam undang-udangan nomor 41 Tahun 1999, tentang kehutanan dan undang-uandang nomor  32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Hidup.

“Aturan itu juga telah dijelaskan, tentang larangan dan sanksi pidana bagi setiap orang yang mengerjakan, mengusahakan, membawa alat-alat berat, menduduki, merambah, menebang dan merusak kawasan hutan, termasuk hutan bakau dengan ancaman hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun,”tutupnya. (tex)

Komentar