Transtimur.com–Tiga petani asal Ale Sewo, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng divonis tiga bulan penjara di Pengadilan Negeri Watansoppeng, Selasa (19/1/2021) kemarin.
Ketiganya adalah Natu bin Takka (75), Ario Permadi bin Natu (31), dan Sabang bin Beddu (47) yang masih satu keluarga.
Mereka dijerat pasal 82 ayat (1) huruf b atau Pasal 82 ayat (2) atau Pasal 83 ayat (1) huruf a, atau Pasal 84 ayat (1) atau Pasal 84 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H).
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut ketiganya 4 bulan.
“Kemarin sudah putusan, putusnya terbukti dan dihukum pidana penjara selama 3 bulan,” kata JPU, Muhammad Hendra Setia, seperti dikutip dari Tribunjateng.com, Rabu (20/1/2021).
Pendamping hukum ketiganya tak terima dengan vonis Pengadilan Negeri Watansoppeng dan akan melakukan banding ke Mahkamah Agung.
“Hal wajar kalau para terdakwa melalui penasihat hukum tidak terima dengan putusan pengadilan, dengan upaya hukum yang diambil oleh para terdakwa melalui PHnya tentunya sikap kami sama akan melakukan upaya hukum yaitu banding,” katanya.
Salah satu pendamping hukum ketiga petani Ale Sewo itu, yakni Ridwan mengatakan, selain akan melakukan banding terhadap putusan pengadilan, pihaknya juga akan terus mendukung sepenuhnya perjuangan petani-petani tradisional untuk mempertahankan sumber-sumber agraria mereka yang secara semena-mena masuk dalam klaim kawasan hutan.
“Kami menuntut Kepolisian, KLHK dan seluruh lembaga negara untu menghormati hak-hak petani yang dilindungi konstitusi, dan menghentikan segala bentuk praktik intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani-petani tradisional,” katanya.
Selain itu, YLBHI-LBH Makassar dan KPA Sulawesi Selatan juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk menjalankan agenda reforma agraria secara menyeluruh/komprehensif.
Selain itu, segera melepaskan tanah-tanah rakyat yang berada dalam klaim kawasan hutan demi kepastian hukum.
Keadilan serta penghormatan kedaulatan hak-hak rakyat sehingga tidak ada lagi petani yang dikriminalisasi dikemudian hari.
Sebagaimana diketahui, Natu cuma menebang pohon jati yang ia tanam sendiri di kebunnya, yang tak jauh dari kediamannya pada Februari 2020 lalu.
Ia berniat membangun rumah untuk anak laki-lakinya, Ario Permadi.
Natu kemudian menebang jati yang ia tanam di kebun milikinya yang lokasinya tak jauh dari tempat tinggalnya.
Jati tersebut untuk dijadikan bahan membangun rumah. Di kebun itu, Natu juga bercocok tanam berupa jahe, lengkuas, kemiri dan pangi. Kebun tersebut sudah ia kuasai secara turun temurun dari keluarganya.
Setiap tahunnya ia membayar pajak atas tanah tersebut. Natu kaget, tiba-tiba ia dipanggil polisi karena menebang jati yang ia tanam sendiri. (Red)
Komentar