
Oleh: Transtmur
Dua puluh dua tahun (31 Mei 2025) bukan waktu yang sebentar bagi sebuah Daerah otonom. Sejak dimekarkan pada 31 Mei 2003, Kabupaten Kepulauan Sula telah melewati berbagai rezim Pemerintahan, berganti bupati, dan menerima Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) ratusan miliaran rupiah setiap tahun.
Namun, hingga hari ini, dua pulau yakni Pulau Sulabesi dan Pulau Mangoli belum sepenuhnya terhubung oleh jalan beraspal. ini bukan sekedar soal infrastruktur, ini adalah refleksi dari arah pembangunan yang kabur. Apakah ini karena anggaran yang kecil? atau justru karena anggaran besar tapi terserap ke pos-pos yang tak menyentuh langsung kehidupan masayarakat.
Potret APBD 201-2024, ketimpangan dalam Struktur Anggaran
Mari kita telaah struktur belanja Daerah Kepsul dalam empat tahun terakhir. Berikut ini adalah realisasi belanja berdasarkan tiga komponen utama:
Tahun | Belanja Pegawai | Barang & Jasa | Belanja Modal |
---|---|---|---|
2021 | Rp264,23 M | Rp247,75 M | Rp66,79 M |
2022 | Rp247,59 M | Rp301,90 M | Rp130,55 M |
2023 | Rp246,90 M | Rp328,18 M | Rp209,67 M |
2024 | Rp252,37 M | Rp311,41 M | Rp162,59 M |
Selama periode tersebut:
- Total belanja pegawai: ± Rp1,01 triliun
- Total belanja barang dan jasa: ± Rp1,19 triliun
- Total belanja modal (infrastruktur): ± Rp569,6 miliar
Dari angka ini, dapat disimpulkan bahwa belanja modal hanya mengambil sekitar 17% dari total belanja Daerah. Sementara belanja pegawai dan belanja barang dan jasa secara konsisten menempuh porsi terbesar.
Belanja Barang & Jasa, Pos yang Terlalu Nyaman?
Kita perlu kritis terhadap belanja barang dan jasa yang meningkat signifikan tiap tahun.Pos ini biasanya meliputi kegiatan perjalanan Dinas, konsumsi, sewa alat, bahkan pengadaan barang rutin seperti ATK, dan kebutuhan Dinas lainnya. Memang sah secara administrasi, namun tidak semua punya dampak langsung terhadap kehidupan Masayarakat di 78 Desa di Pulau Mangoli dan Sulabesi.
Peningkatan belanja barang dan jasa yang lebih tinggi dari belanja modal menunjukan adanya kemungkinan bahwa Pemerintah Daerah lebih fokus pada opersional Pemerintah dibandingkan investasi jangka panjang bagi masayarakat.
Belanja Modal Rendah, Aspirasi Rakyat Terpinggir
Sementara itu, belanja modal adalah ujung tombak pembangunan nyata, jalan, jembatan, sekolah, dan puskesmas. Pos ini justru sering kali dijadikan penyesuaian terakhir ketika terjadi defisit anggaran atau pemotongan Pusat. Jika Pemda sejak 2021 mengalokasikan 30% anggaran ke belanja modal, setidaknya sudah leih dari dari 300 kilo meter (Km) jalan bisa diaspal. Artinya, jaringan jalan utama Pulau Mangoli dan Pulau Sulabesi seharusnya sudah selesai.
Simulasi Pembangunan Jalan, Bukan Mustahil
Dari simulai anggaran yang disusun, untuk membangun ±300 km jalan kombinasi Lapen dan Hotmix dibutuhkan anggaran sebesar Rp 825 miliar. Itu angka realistis, jika Pemda mengalokasikan Rp 165 miliar per tahun saja dari 2026 hingga 2030, maka insfrastruktur dasar akan selesai cara keseluruhan. Masalahnya bukan tidak mampu. Masalnya adalah tidak mau memilih untuk membangun.
Kritik Karena Cinta Daerah
Ketua Bisang Komunikasi Pilitik KNPI Kepulauan Sula, Lutfi Teapon, Spd menyampaikan dalam sebuah diskusi bahwa:
“Jalan adalah urat nadi peradaban. Kalau kita tak bisa meratakan aspal untuk desa-desa, jangan berharap bisa bicara soal pertumbuhan ekonomi atau investasi Daerah,”.
Kritikan ini lahir dari keprihatinan, bukan kebencian, dari rasa ingin melihat daerah yang tutmbuh, bukan sekedar daerah yang sibuk dengan upacara, perjalanan Dinas keluar daerah, belanja kertas dan laporan.
Rekomendasi untuk Pemda Sula dan DPRD 2026-2030
- Tentukan Target 5 Tahun
Selesai jalan pulau mangoli dan sula besi dengan pola 60 km per tahun. Estimasi anggaran Rp 165 miliar/tahun dari belanja modal
- Pangkas Belanja Tidak Produktif
Audit belanja perjalanan Dinas, belanja ATK berlebihan dan honorium kegiatan yang berlebihan dan alihkan ke program proyek insfrastruktur.
- Tingkatkan Alokasi Belanja Modal ke Minimal 30%
Jadikan pembangunan sebagai prioritas bukan pelengkap
- Bangun Sistem Transparansi dan Partisipasi
Buka semua proyek ke publik, libatkan tokoh masayarakat, pemuda, dan desa dalam Musrenbang yang nyata, bukan formalitas tahunan
Jalan Sebagai Cerminan Masa Depan
Ketika kita berbicara jalan, kita sedang bicara lebih sekedar aspal. Kita bicara konektivitas sosial, ekonomi, hingga rasa keadilan. Kita bicara tentang bagimana Negara atau Daerah hadir dalam kehidupan warganya.
Jika setelah 22 tahun, jalan ke kampung kita masih berupa tanah, maka kita bukan sedang membanguna Daerah, tapi kita sedang membiarkan berjalan di tempat. Mari tuntut arah pembangunan yang benar. Mari kita suarakan keadialan hingga ia terdengar sampai ke ruang-ruang para elit daerah.