Oleh: Transtimur
Di tengah semangat pemerataan pembangunan dan konektivitas antar Pulau, sebuah kapal mewah dengan anggaran senilai Rp 10 miliar lebih terparkir di tembatan perahu di Desa Bajo, Kecamatan Sanana Utara, Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara.
Kapal tersebut yakni Bus Air Roro atau KMP. Sula Bahagia, itu seharusnya menjadi tulang punggung transportasi laut, menghubungkan Pulau Sulabesi dan Pulau Mangoli yang hanya berjarak kurang lebih 10,68 kilometer (km). Tapi alih-alih menjadi solusi mobilitas, KMP Sula Bahagia justru menjadi monumen bisu dari kebijakan yang kehilangan arah.
Mari Kita Bicara Fakta
Kapal ini memiliki spesifikasi yang mumpuni, dengan panjang 15,27 meter, lebar 6,30 meter, kapasitas 52 penumpang dan 16 sepeda motor. KMP Sula Bahagia ditenagai empat mesin outboard masing-masing 250 HP (biasa disebut 250 PK total 1000 PK), ia mampu melaju hingga 12 knot.
Jarak tempuh dari dermaga feri Waikalopa, Kecamatan Sanana Utara ke dermaga feri tanjung botu waitulia, Kecamatan Mangoli Tengah hanya memakan waktu kurang lebih 28 menit.
Dari sisi tekhnis, ini bukan sekedar kapal, ini adalah simbol infrastuktur maritim masa depan. Tapi dari tahun 2023 hingga April 2025 kapal ini tak pernah mengangkut satupun warga Mangoli Timur dan Mangoli Utara Timur sesuai dengan rute yang tertuang dalam dokumen perencanaan.
Pulang Pergi (PP)
Bayangkan, untuk satu kali pelayaran pulang-pergi (PP), kapal membutuhkan sekitar 160 liter pertamax dengan total biaya Rp 2,1 juta. Jika kapal diisi penuh 52 penumpang dan 16 sepeda motor, maka pendapatan tiket bisa mencapai Rp 2,18 juta. Artinya estimasi sementara, biaya Bahan Bakar Minyak (BBM) bisa ditutup dari tiket. Bahkan, ada potensi untuk jika kapal beroperasi secara reguler. Ini bukan mimpi, tapi ini soal menejmen dan kemauan.
Lalu, muncul pertanyaan, untuk siapa kapal KMP Sula Bahagia itu dibeli?jika rakyat tak bisa menikmati, apakah hanya untuk sekedar “menyerap anggaran”? jika kapal ini hanya untuk dipamerkan saat serah terima, lalu ditinggalkan tanpa arah. bukankah itu bentuk nyata dari pembangunan tanpa ruh pelayanan?.
Tulisan ini bukan sekedar kritik, ini adalah seruan aktifkan kapal itu, jangan biarkan kapal berkarat bersama harapan warga pesisir pulau mangoli. Jangan jadikan kapal ini sebagai contoh proyek asal jadi yang hanya bagus di proposal dan nota Dinas.
Jika kapal atau KMP Sula Bahagia dengan anggaran sebesar Rp 10 miliar lebih bisa terbengkalai tanpa penjelasan, siapa yang bisa menjamin proyek lain tidak bernasib sama?. Saatnya Pemda menjawab, bukan dengan kata-kata tapi dengan tindakan.