Masalah di Balik Kesuksesan FTW: Jangan Membodohi Masyarakat

Oleh:

Mohtar Umasugi

A. Prolog 

Festival Tanjung Waka (FTW) telah menjadi ikon pariwisata di Kepulauan Sula. Dengan berbagai atraksi budaya, seni, dan promosi wisata bahari, festival ini mampu menarik perhatian publik, baik dari dalam maupun luar daerah.

Festival Tanjung Waka (FTW) telah dipuji sebagai keberhasilan dalam mengangkat potensi wisata Kepulauan Sula. Namun, di balik sorotan gemerlapnya, ada persoalan mendasar yang luput dari perhatian publik. Euforia perayaan ini kerap menutupi fakta bahwa dampak ekonomi jangka panjang tetap stagnan, tanpa strategi yang benar-benar mampu mendorong pertumbuhan berkelanjutan bagi masyarakat setempat.

B. Festival atau Seremoni Tanpa Esensi?

Secara kasatmata, FTW memang menghadirkan dinamika ekonomi sementara, terutama dalam sektor perdagangan, kuliner, dan transportasi lokal. Namun, jika dikaji lebih dalam, dampaknya masih bersifat superfisial dan tidak menciptakan ekosistem ekonomi yang kuat. Beberapa pakar ekonomi daerah menegaskan bahwa festival ini belum mampu menjadi pemicu utama pengembangan sektor pariwisata secara berkelanjutan.

Dr. Andi Mulyawan, seorang pakar ekonomi pembangunan, menyatakan bahwa festival semacam FTW seharusnya tidak hanya berfokus pada seremoni tahunan. “Yang dibutuhkan adalah strategi pengelolaan destinasi wisata yang matang, termasuk peningkatan infrastruktur, pelatihan sumber daya manusia, serta investasi yang berorientasi jangka panjang,” ungkapnya. Jika FTW hanya sekadar pesta tahunan tanpa rencana besar, maka manfaatnya akan terus menguap begitu festival usai.

C. Dampak Jangka Pendek vs. Jangka Panjang

Salah satu ironi terbesar adalah bagaimana FTW dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan pemerintah daerah dalam mengembangkan pariwisata. Padahal, tanpa ada kebijakan lanjutan yang jelas, festival ini hanya menjadi ajang seremonial yang tidak memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.

Menurut analisis dari lembaga riset ekonomi regional, perputaran uang selama FTW memang meningkat, tetapi tidak diikuti oleh pertumbuhan investasi jangka panjang di sektor pariwisata. Minimnya hotel atau penginapan berkualitas, aksesibilitas yang masih terbatas, serta tidak adanya upaya promosi berkelanjutan di luar festival menjadi bukti bahwa pariwisata di Kepulauan Sula masih berjalan di tempat.

D. Narasi Keberhasilan: Pembodohan Publik ?

Narasi kesuksesan FTW sering kali dibesar-besarkan untuk kepentingan politik, seolah festival ini menjadi simbol kemajuan ekonomi lokal. Namun, realitasnya tidak mencerminkan peningkatan kesejahteraan yang signifikan bagi masyarakat. Hal ini seakan menjadi bentuk “pembodohan” publik, di mana pemerintah lebih sibuk membangun citra dibandingkan melakukan langkah konkret dalam pengembangan ekonomi daerah.

Seorang akademisi dari Universitas Khairun, Dr. Rahmawati Idris, menegaskan bahwa “kesuksesan suatu festival harus diukur dari dampak jangka panjangnya, bukan hanya dari jumlah pengunjung atau omzet sementara.” Jika tidak ada kebijakan yang berorientasi pada pembangunan ekosistem pariwisata yang kuat, maka FTW hanya akan menjadi agenda tahunan yang menyenangkan sesaat, tetapi nihil manfaat strategis.

E. Solusi: Dari Festival ke Pengembangan Wisata Berkelanjutan

Jika Kepulauan Sula ingin menjadikan FTW sebagai bagian dari strategi ekonomi yang berkelanjutan, maka beberapa langkah konkret perlu dilakukan:

  1. Peningkatan Infrastruktur – Perbaikan akses jalan, transportasi, pembebasan lahan, dan fasilitas wisata agar wisatawan lebih nyaman berkunjung kapan saja, tidak hanya saat festival.
  2. Pelatihan SDM Lokal – Masyarakat harus dibekali keterampilan dalam pengelolaan pariwisata, termasuk pemandu wisata, pengelolaan homestay, dan industri kreatif.
  3. Promosi Wisata Berkelanjutan – Pemasaran pariwisata harus dilakukan secara berkelanjutan melalui platform digital dan kerja sama dengan agen wisata nasional maupun internasional.
  4. Dukungan Kebijakan yang Konsisten – Pemerintah daerah perlu menetapkan regulasi yang mendukung investasi pariwisata tanpa mengandalkan momentum festival semata.

F. Epilog

Festival Tanjung Waka memang menjadi kebanggaan daerah dan patut diapresiasi, tetapi kebanggaan itu harus dibarengi dengan perencanaan dan implementasi kebijakan yang matang. Jika tidak, maka festival ini hanya akan menjadi seremonial tahunan tanpa dampak ekonomi yang nyata. Jangan biarkan narasi keberhasilan FTW menjadi alat untuk menutupi stagnasi ekonomi lokal. Yang dibutuhkan bukan sekadar festival, melainkan strategi pembangunan pariwisata yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat secara nyata dan berkelanjutan.