Jakarta, Transtimur.com – Meskipun Joko Widodo (Jokowi) telah mengakhiri masa jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada 2024, aktivitasnya pasca-jabatan kembali memunculkan sorotan tajam dari publik. Keberadaannya yang terus terlibat dalam kegiatan kenegaraan, melakukan kunjungan ke berbagai daerah, dan menerima tamu-tamu penting, mengundang beragam tanggapan, termasuk sindiran dari para netizen yang menganggapnya masih berperilaku seperti presiden.
Kontroversi Pasca-Masa Jabatan Jokowi
Jokowi, yang kini berstatus sebagai mantan Presiden, tidak tampak berhenti berperan sebagai kepala negara. Sejak tidak lagi menjabat, ia tetap terlihat aktif dalam berbagai kegiatan yang seharusnya menjadi domain presiden yang tengah menjabat, bahkan menerima pengawalan ketat layaknya presiden aktif.
Sebuah video yang beredar di media sosial, mengunggah momen kunjungan Jokowi ke Bank Sampah Banjarnegara (BSB) di Desa Kasilip, Wanadadi, Banjarnegara, Jawa Tengah, pada 6 Januari 2025, yang menampilkan pengawalan dari 190 personel kepolisian. Hal ini memicu reaksi berbagai pihak, dengan sejumlah netizen mengolok-olok dan mencuit, “Negara punya dua presiden: Mulyono shift siang, Prabowo shift malam.” Ungkapan tersebut langsung viral dan menambah ketegangan dalam dinamika politik Indonesia.
Sindiran Netizen: “Dua Presiden
Tak hanya tentang Jokowi, sindiran tersebut juga mengarah pada Presiden Prabowo Subianto. Ada banyak pihak yang mempertanyakan sikap Prabowo terkait aktivitas mantan Presiden Jokowi yang masih aktif dalam kegiatan publik. Sebuah tweet dari akun @msobri99 menulis, “Kenapa Pak Prabowo diam saja melihat kenyataan ini? Kalau tidak ada tindakan, sungguh memalukan pemerintahan ini.” Kritikan ini seolah menyindir posisi Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang sebelumnya kerap dipandang sebagai figur yang tidak terlalu menonjol.
Kunjungan yang Memicu Kontroversi
Kunjungan Jokowi pada 6 Januari 2025, yang mengundang pengawalan ketat, menambah keheranan di masyarakat. Biasanya, kunjungan semacam ini tidak mendapat perhatian sebesar itu. Keberadaan Jokowi di tengah masyarakat, dengan pengamanan yang luar biasa, memunculkan pertanyaan apakah peranannya yang sangat dominan setelah masa jabatannya berakhir ini sesuai dengan protokol dan aturan yang berlaku.
Sindrom Pasca-Kekuasaan: Tanda Ketidakpuasan?
Fenomena ini tak lepas dari pengaruh sindrom pasca-kekuasaan, yang sering kali dialami oleh mantan kepala negara. Banyak orang berpendapat bahwa meski Jokowi sudah tidak memegang tampuk kekuasaan, ia masih memiliki dorongan kuat untuk terus terlibat dalam kehidupan politik. Namun, yang membedakan Jokowi dari mantan presiden lainnya adalah dampak politik signifikan yang ditimbulkan oleh tindakan-tindakannya setelah meninggalkan kursi Presiden, termasuk keterlibatan banyak pejabat di kabinet Prabowo yang berasal dari lingkaran Jokowi.
Keterlibatan Anak Jokowi: Gibran Rakabuming Raka
Isu ini semakin diperkeruh dengan munculnya kabar mengenai kemungkinan keterlibatan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dalam pemilihan presiden mendatang pada 2029. Seiring dengan aktivitas politik Gibran yang semakin aktif, banyak pihak mulai melihat langkah-langkah Jokowi pasca-jabatan sebagai bagian dari upaya untuk mempersiapkan karier politik anaknya.
Prabowo dan Ma’ruf Amin: Kontroversi Posisi Wakil Presiden
Sementara itu, pertanyaan besar masih muncul tentang peran Prabowo dan Ma’ruf Amin dalam situasi ini. Mengapa Prabowo tampak tidak mengeluarkan pernyataan atau tindakan yang tegas mengenai peran Jokowi yang masih dominan? Beberapa pengamat politik berpendapat bahwa ketidaktindakan ini bisa mencerminkan ketegangan dalam struktur pemerintahan. Sikap ini juga disoroti sebagai sesuatu yang sangat mirip dengan posisi Ma’ruf Amin yang kerap dianggap sebagai “ban serep”.
Gibran Rakabuming: Citra Pemimpin Muda?
Gibran, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden, lebih aktif dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dibandingkan dengan Wakil Presiden sebelumnya. Banyak yang melihatnya tidak hanya sebagai seorang putra mantan presiden, tetapi juga sebagai calon pemimpin yang potensial. Bahkan, Gibran sering terlibat dalam berbagai kunjungan dan inspeksi proyek, seolah-olah ia sudah menjalankan tugas seorang kepala negara.
Penggunaan Fasilitas Negara untuk Mantan Presiden
Salah satu kritik terbesar yang muncul terkait dengan aktivitas Jokowi adalah penggunaan fasilitas negara untuk pengamanan kunjungan-kunjungannya. Beberapa pihak merasa bahwa pengawalan yang begitu besar dan pengeluaran dana negara untuk kegiatan mantan presiden semacam itu tidaklah wajar. Bahkan ada anggapan bahwa ini adalah pemborosan anggaran yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Kontroversi Tentang Pemborosan Anggaran
Biaya yang dikeluarkan untuk pengamanan kunjungan Jokowi menjadi sorotan, terutama karena pembiayaan tersebut berasal dari pajak rakyat. Beberapa netizen mempertanyakan apakah pemerintah seharusnya memberikan fasilitas negara untuk mantan pejabat dengan biaya yang sangat tinggi. Perbandingan juga sering dilontarkan, mengingat mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga mendapatkan pengawalan tetapi tidak sebesar itu.
Jokowi dan Strategi Politik Jangka Panjang
Bagi sebagian kalangan, aktivitas Jokowi yang terus berkembang pasca masa jabatan presiden bisa dilihat sebagai bagian dari strategi politik jangka panjang. Banyak yang berpendapat bahwa Jokowi tidak hanya sekadar ingin mempertahankan popularitasnya, tetapi juga berupaya mempertahankan pengaruhnya di dalam politik Indonesia. Hubungan dengan taipan-taipan besar, seperti Mochtar Riady, yang terus terjalin dengan baik, menambah spekulasi tentang tujuan politiknya yang lebih besar.
Peran Jokowi di Pentas Politik Nasional
Sementara itu, banyak pengamat politik yang berpendapat bahwa Jokowi masih memegang peran penting dalam politik nasional meskipun ia tidak lagi menjabat sebagai presiden. Keterlibatannya dalam berbagai kegiatan pemerintahan, pengawalan ketat, dan hubungan dekat dengan berbagai pengusaha besar menunjukkan bahwa ia tetap menjadi tokoh yang signifikan dalam lanskap politik Indonesia.
Fenomena Baru dalam Tradisi Politik Indonesia
Fenomena ini memperlihatkan perubahan dalam tradisi politik Indonesia. Biasanya, mantan presiden akan mengurangi kegiatannya dan memberi ruang bagi presiden yang baru untuk memimpin. Namun, Jokowi menunjukkan pola yang berbeda. Keaktifannya dalam kegiatan publik setelah masa jabatannya berakhir memunculkan pertanyaan, apakah ia berupaya mempertahankan pengaruh politik atau ada tujuan lain yang lebih besar.