Bukber: Dari Seremonial ke Brainstorming Solusi Pembangunan

Oleh: 

Mohtar Umasugi

Buka puasa bersama (bukber) telah menjadi tradisi yang kental di tengah masyarakat kita, termasuk di Kabupaten Kepulauan Sula. Setiap Ramadan, berbagai elemen Masyarakat, Pemerintah, Organisasi, Komunitas, dan individu, berbondong-bondong menggelar acara bukber dengan tujuan mempererat silaturahmi.

Namun, di balik kesakralan momen ini, ada satu pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan: apakah bukber sekadar seremonial atau bisa menjadi ajang brainstorming solusi pembangunan?

Bukber, dalam esensinya, adalah simbol kebersamaan. Akan tetapi, dalam konteks pembangunan daerah, kebersamaan ini harus memiliki makna yang lebih substansial. Ketika para pemangku kepentingan—pemerintah, pengusaha, akademisi, dan masyarakat—berkumpul dalam satu forum, mestinya ini menjadi momentum untuk merumuskan solusi atas berbagai persoalan daerah.

Misalnya, masalah tenaga kerja dan lapangan pekerjaan, kondisi pasar yang tidak layak, daya beli masyarakat yang menurun, perputaran uang yang stagnan, persoalan distribusi bahan pokok yang belum optimal, pelayanan kesehatan, masalah infrastruktur (terutama jalan dalam kota Sanana), persoanal PDAM dan PLN, masalah distribusi BBM bersubsidi, masalah pendidikan dan peningkatan SDM di Kabupaten Kepulauan Sula adalah isu-isu nyata yang seharusnya bisa dibahas dalam forum seperti ini. Alih-alih hanya berbagi makanan dan basa-basi, mengapa tidak menjadikan bukber sebagai medium strategis untuk berdiskusi dan mencari jalan keluar?

Secara regulasi, pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan pembangunan berjalan sesuai dengan amanat konstitusi. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa pembangunan daerah harus dilakukan secara partisipatif dan berkelanjutan.

Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, disebutkan bahwa perencanaan pembangunan harus bersifat bottom-up dan top-down. Ini berarti bahwa setiap elemen masyarakat memiliki peran dalam menyumbangkan ide dan solusi untuk pembangunan daerah. Jika ruang-ruang formal sering kali terbatas oleh birokrasi, mengapa tidak memanfaatkan momen seperti bukber untuk membangun komunikasi yang lebih cair dan terbuka?

Pakar komunikasi politik, Prof. Dr. Muhammad Nasir, dalam beberapa kesempatan menyebutkan bahwa pertemuan informal, seperti bukber, sering kali lebih efektif dalam membangun komunikasi dan pemahaman yang mendalam antar pemangku kepentingan. “Ketika komunikasi berlangsung dalam suasana yang lebih santai, gagasan bisa lebih jujur dan realistis,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam perspektif ekonomi pembangunan, Dr. Syahril Rauf menegaskan bahwa pembangunan daerah tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah. “Partisipasi masyarakat dan dunia usaha sangat menentukan keberhasilan pembangunan. Jika ada forum yang bisa mempertemukan semua pihak secara informal, itu harus dimanfaatkan dengan maksimal,” katanya.

Agar bukber tidak sekadar seremonial, perlu ada beberapa langkah strategis yang bisa diterapkan:

  1. Menentukan Tema Bahasan. Setiap bukber yang diadakan oleh komunitas atau instansi tertentu harus memiliki tema yang berkaitan dengan permasalahan pembangunan daerah. Misalnya, bukber yang digelar oleh komunitas nelayan bisa membahas solusi peningkatan kesejahteraan nelayan di Kepulauan Sula.
  2. Menghadirkan Pemangku Kepentingan yang Relevan. Bukber harus menjadi ajang bagi akademisi, pengusaha, pemerintah, dan masyarakat untuk berdiskusi langsung. Kehadiran para ahli di bidang masing-masing dapat memberikan perspektif yang lebih luas.
  3. Membuat Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut. Hasil diskusi dalam bukber harus didokumentasikan dan dijadikan bahan untuk tindakan konkret. Pemerintah daerah, misalnya, bisa menjadikan masukan dari bukber sebagai pertimbangan dalam kebijakan daerah.

Bukber tidak boleh berhenti hanya sebagai ajang seremonial. Ia harus menjadi momentum yang lebih bermakna dengan menjadikannya sebagai ruang brainstorming solusi pembangunan. Dengan pendekatan ini, bukber tidak hanya mempererat silaturahmi, tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan Kabupaten Kepulauan Sula. Jika kita ingin melihat perubahan yang lebih baik, sudah saatnya kita mulai dari kebiasaan kecil seperti ini mengubah momen berbuka puasa menjadi ruang dialog dan aksi nyata.

Komentar