Oleh: Ismawan Din
Transtimur.com — Lingkungan secara umum diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati serta mempengaruhi berbagai macam hal termasuk kehidupan manusia. Â
Sebagaimana dijelaskan oleh Munadjat Danu Saputro, lingkungan atau lingkungan hidup adalah semua benda dan daya serta kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkat perbuatanya, terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kehidupan serta kesejahteraan manusia dan jasad-jasad hidup (organisme)Â lainnya.
Jadi, lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar suatu faktor terdiri dari benda atau alam yang tidak hidup, seperti bahan kimia, suhu, cahaya, grafitasi (abiotik) dan lingkungan yang terdiri atas organisme hidup, seperti tumbuhan, hewan dan manusia (biotik), juga merupakan faktor yang membentuk lingkungan alam, terutama komponen-komponen yang mempengaruhi reproduksi dan sistem organisme.
Olehnya itu dapat diketahui bahwa, manusia hidup dibumi tidak sendiri, melainkan bersama makhluk lainya, seperti tumbuhan hewan dan jasad renik. Dalam artian sangat keliru bilama kita menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang istimewa dan kemudian paling berkuasa.
Seyogyanya manusia menyadari bahwa yang membutuhkan makhluk hidup lainnya, untuk kelangsungan hidupnya. Namun bukanya tumbuhan yang membutuhkan manusia untuk hidup mereka. Hal tersebut bilamana dijelaskan dalam teori ekologi menyatakan bahwa lingkungan dan mahkluk hidup memiliki hubungan timbal balik.
Berbagai permasalahan lingkungan mulai dari polusi udara dan udara yang tinggi, sampah, serta eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhitungkan upaya konservasi dan rehabilitasi lingkungan.
Dipengaruhi besar oleh kesalahan dalam pola berpikir terkait kehidupan. Karena pola pikir yang sering dipahami oleh masyarakat luas bahwa manusia hidup terpisah dengan lingkungan, sehingga nilai yang dianggap tertinggi adalah manusia dan segala kepentingannya. Pola pikir ini disebut sebagai antroposentris yaitu menempatkan manusia sebagai pusat kehidupan.
Beberapa dekade ini, sering kita lihat baik dari media masa maupun media cetak, selalu menerima informasi terkait kerusakan lingkungan, selain udara dan membunuh sebagian penghuni alam, hutan, lahan hutan sebagai investasi untuk mengambil alih kekayaan alam.
Ini sering menggunakan cara-cara yang tidak ramah lingkungan, seperti menebang pohon namun tak hanya itu melakukan pembakaran lahan yang tentunya kita dapat mengambil contoh kasus bencana kabut asap yang melanda kawasan Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan dengan total penderita ISPA yang mencapai 919.516 orang pada September 2019 (Kompas 2019).
Tak hanya tentang kerusakan lingkungan ditingkat nasional bahkan sampai pada pelosok negeri spesifiknya di Maluku Utara. Wilayah pertambangan merupakan sumber utama polusi air seperti PT. Aneka Tambang (ANTAM)sebagaimana limbahnya mencemari sungai dan pesisir pantai, bahkan juga merusak ekosistem mangrove di situs Moronopo, Desa Maba Pura, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, pada 17 April 2021 lalu (jatam.org 2021). kasus pencemaran lingkungan yang dilansir dalam media Mogabay.co.id, terjadinya banjir lumpur di Desa Roko Barat kecamatan Galela Barat, Halmahera Utara pada 14 April 2020 lalu yang bersumber dari aktivitas penambangan perusahaan PT. Tri Usaha Baru (TUB), dan masih banyak lagi perusahaan tambang yang bersebaran di Maluku Utara.
Hal ini yang perlu kita seriusi, karena selain merusak lingkungan, juga akan mempengaruhi kesehatan masyarakat. Dengan berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi, maka negara perlu menindak tegas pelaku para perusak lingkungan.
Sebab, aktivitas buruknya tambang dapat mengakibatkan dampak buruk pada lingkungan manusia dan makhluk hidup lainnya. Dan jika dianalisis tentang kehidupan berkelanjutan dalam pola pikir antroposentris mendapat perlawanan karena dianggap tidak beretika lingkungan dan hanya mengendepankan egosentris manusia.
Sehingga lahirnya pola pikir ekosentris sebagai entitas antroposentris yang menempatkan seluruh aspek kehidupan baik biotik maupun abiotik sebagai bagian yang satu dalam ekosistem bahkan menurut Maftuchah Yusuf, dalam pola pikir antroposentris, manusia memandang alam dan bumi sebagai sumber penyedia, sumber kehidupan yang tidak terbatas dengan keyakinan akan selalu ada lagi dan perlu untuk dikuasai.
Maka pola pikir yang perlu dipakai adalah pola pikir ekosentris. Pola pikir ekosentris inilah yang dianggap sebagai pola pikir yang sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan harus menjadi pegangan dalam segala tindakan, baik itu oleh Negara, perusahaan hingga individu Akan menjadi sangat kejam jika kita hanya meninggalkan berbagai masalah lingkungan untuk masa mendatang.
Terakhir saya mengutip kata bijak yaitu “Hanya kepada orang yang halus perasaanya, keindahan dan rahasia alam ini dibuka Tuhan untuknya – Socrates” Manusia mungkin saja merasa berkuasa di atas bumi, merasa sebagai spesies paling unggul, tapi sebenarnya adalah posisi sangat lemah saat berhadapan dengan kekuatan alam. Maka menjaga lingkungan/alam bukan hanya tindakan. Sekian Terima Kasih (***)
Komentar