Sula, Transtimur.com – Kepulauan Sula Ketertinggalan pembangunan di Kabupaten Kepulauan Sula menjadi sorotan publik, terutama setelah pergantian pemerintahan daerah yang diharapkan membawa perubahan signifikan.
Dalam sebuah wawancara eksklusif, cendekiawan sekaligus akademisi STAI Babussalam Sula Maluku Utara, Mohtar Umasugi, memaparkan pandangannya mengenai persoalan ini secara mendalam, Rabu (10/9/25).
Menurut Mohtar ( Bang Mo sapaan akrab ), kondisi pembangunan yang mandek di Sula bukan hanya soal keterbatasan anggaran, tetapi juga berakar pada tata kelola pemerintahan yang belum matang.
“Persoalan pembangunan Sula ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga masalah visi dan arah yang jelas. Saya melihat ada ketimpangan dalam perencanaan, di mana program yang dijalankan belum sepenuhnya berbasis kebutuhan masyarakat. Akibatnya, anggaran terserap, tetapi dampaknya tidak signifikan,” ujarnya.
Mohtar menekankan, pemerintah daerah seharusnya memposisikan diri sebagai manajer pembangunan yang mampu membaca potensi sekaligus tantangan daerah. Ia menyoroti lemahnya koordinasi antar-organisasi perangkat daerah (OPD) yang sering bekerja sendiri-sendiri tanpa integrasi yang jelas.
“Kalau setiap OPD jalan sendiri tanpa kerangka besar yang sama, maka hasilnya akan fragmentasi. Ini terlihat dari pembangunan infrastruktur yang tidak terhubung dengan peningkatan ekonomi masyarakat. Jalan dibangun, tapi pasar masih sepi, daya beli turun, dan investor tidak tertarik masuk,” jelasnya.
Lebih jauh, Mohtar juga mengkritisi lemahnya political will pemerintah daerah dalam mendorong kebijakan strategis yang berorientasi jangka panjang. Ia menilai pembangunan Sula sering kali terjebak dalam pola pembangunan jangka pendek yang hanya berorientasi pada proyek tahunan.
“Kita perlu keluar dari jebakan proyek tahunan. Pemerintah daerah harus berani menetapkan prioritas lima sampai sepuluh tahun ke depan, seperti pengembangan sektor perikanan, pariwisata, dan pertanian. Tanpa rencana besar, pembangunan akan selalu tambal sulam,” tegasnya.
Dalam wawancara ini, Mohtar juga menyinggung faktor politik yang ikut memperlambat pembangunan. Ia melihat adanya ketergantungan yang terlalu kuat pada dinamika politik Pilkada, yang menyebabkan birokrasi tidak bekerja optimal.
“Seringkali setelah Pilkada, energi pemerintah habis untuk konsolidasi politik. Sementara program pembangunan terbengkalai karena tarik-menarik kepentingan. Ini harus segera diakhiri jika kita ingin melihat Sula maju,” pungkasnya.
Sebagai solusi, Mohtar mendorong transparansi anggaran dan partisipasi publik dalam proses perencanaan pembangunan. Menurutnya, keterlibatan masyarakat akan memperkuat legitimasi program pemerintah sekaligus mencegah kebijakan yang tidak tepat sasaran.
“Kalau masyarakat dilibatkan sejak awal, pemerintah punya kontrol sosial yang kuat. Ini juga akan meminimalkan praktik yang merugikan, seperti proyek siluman atau pemborosan anggaran,” ungkapnya.
Menutup wawancara, Mohtar mengajak semua pihak, termasuk masyarakat dan pemangku kepentingan, untuk bersama-sama membangun Sula. Ia optimistis, dengan kepemimpinan yang visioner dan tata kelola yang baik, Kabupaten Kepulauan Sula bisa keluar dari stagnasi pembangunan yang selama ini menghambat kemajuan.
“Pembangunan adalah tanggung jawab kolektif. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, tetapi harus menjadi motor penggerak yang menginspirasi semua elemen masyarakat untuk bergerak maju,” tutup Mohtar dengan penuh harapan.