Kisah Pahit Balita Salsabila Berjuang Melawan Gizi Buruk

salsabila-melawan-gizi-buruk
Balita Salsabila Berjuang Melawan Gizi Buruk

Transtimur.com – Dalam sebuah kisah mengharukan, pertarungan melawan gizi buruk masih menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara.

Salsabila Umanailo, balita berusia 1 tahun 7 bulan dari Desa Saniahaya, Kecamatan Mangoli Utara, menjadi simbol perjuangan melawan cobaan tak terduga ini.

Dengan mata lelah, Salsabila terbaring rapuh di sebuah indikos di Desa Fogi, Kecamatan Sanana. Kehadirannya yang merana menjadi gambaran pahit dari konsekuensi gizi buruk yang mengakibatkannya mengalami penderitaan sejak usianya baru menginjak 5 bulan. 

Kondisi fisiknya yang memprihatinkan, dengan tubuh yang kerap menahan rasa lapar, dan anggota tubuh yang terasa bengkok, menjadi bukti getir dari perjuangannya.

Bahkan, serangan kejang-kejang tak jarang menghampirinya, mengingatkan kita akan kerentanan seorang anak.

Namun, dalam latar belakang yang penuh liku, Salsabila bukanlah satu-satunya pahlawan. Nenek dan kakeknya, Ardin Umanailo dan Rosdiana Ipa, berdiri tegar sebagai penjaga sejati dalam keadaan genting ini.

Dalam momen yang mengiris hati, orang tua Salsabila sedang menempuh pendidikan di Ternate, menjauh dari putri kecil mereka yang tengah berjuang.

Ardin Umanailo, sang kakek, menceritakan dengan suara penuh perasaan bagaimana cucunya lahir dalam keadaan sehat dan ceria. Namun, bayang-bayang masalah muncul saat usianya menginjak 5 bulan, mengubah segalanya menjadi gejolak kepedihan dan kecemasan.

“Ketika usianya baru mencapai 5 bulan, pertanda sakit dan kejang-kejang mulai datang,”ungkap Ardin pada Selasa (8/8/2023), suaranya terdengar penuh keprihatinan.

Langkah pertama yang diambil adalah membawa Salsabila ke Puskesmas Falabisahaya, Kecamatan Mangoli Utara, untuk menjalani pemeriksaan. Namun, nasib berkata lain.

Hasil diagnosa dokter menuntun mereka untuk merujuk Salsabila ke RSUD Sanana agar mendapatkan perawatan lebih lanjut. Sayangnya, tantangan finansial menjadi dinding besar yang menghadang, mencegah langkah rujukan itu menjadi kenyataan.

“Kami baru sekarang merencanakan membawanya ke RSUD. Dokter memberikan rekomendasi secara lisan, meski tanpa surat rujukan formal,” tambah Ardin dengan nada pasrah.

melawan-gizi-buruk
Kisah Pahit Balita Salsabila Berjuang Melawan Gizi Buruk

Terpisah, Rosdiana Umasugi, seorang pegawai dari Dinas Kesehatan Kepulauan Sula, mengungkapkan bahwa ia baru mengetahui masalah ini melalui gambar yang diterima dari atasan.

Namun, dalam situasi sulit seperti ini, koordinasi yang cepat antara puskesmas dan Dinas Kesehatan menjadi sangat penting. Tanpa itu, penanganan yang efektif tak akan terlaksana.

“Ketika kerja sama seperti ini dimulai, seringkali Dinas Kesehatan mendapat kritikan. Padahal, dengan laporan awal dari puskesmas, kami bisa mengambil tindakan secepatnya,”ungkap Rosdiana dengan nada bersemangat.

Melihat situasi ini, ia menegaskan bahwa langkah-langkah akan segera diambil dengan berkoordinasi bersama keluarga Salsabila untuk membawanya ke rumah sakit. Pihak Dinas Kesehatan siap untuk tetap terlibat dan memberikan bantuan finansial, sementara rumah sakit juga bersedia memberikan dukungan yang diperlukan.

“Kami di Dinas Kesehatan akan terus memantau dan memastikan semua langkah ditempuh. Situasi ini tidak akan kami biarkan begitu saja. Kami juga akan memberikan bantuan finansial, dan rumah sakit juga siap memberikan dukungan penuh,” tegas Rosdiana.

Kisah perjuangan Salsabila tidak hanya menjadi gambaran pahit mengenai krisis gizi buruk yang masih terus berkecamuk. Lebih dari itu, ia menjadi refleksi tentang betapa pentingnya kerja sama dan tanggung jawab bersama dalam menghadapi tantangan serius seperti ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *