APBN Defisit Rp 1.000 Triliun, Ini Kata JK

Transtimur.com — Pernyataan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla tentang perekonomian Indonesia yang jeblok akibat Covid-19 dan diperparah dengan kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang sudah mengalami defisit sebelumnya, menuai reaksi beragam dari berbagai kalangan masyarakat.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani seharusnya melakukan evaluasi terhadap berbagai program yang dicanangkannya untuk menanggulangi kondisi keuangan negara akibat terdampak pandemi Covid-19.

“Sri Mulyani jadi menteri jangan hanya cari utang dan utang. Bagaimana bisa cari pendapatan untuk negara, uang itu kan adanya di orang-orang kaya. Bahkan nama-nama orang Indonesia juga namanya ada di Panama Papers,” kata Ujang Komarudin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (28/12).

Apalagi, sambung Ujang, defisit APBN susah terjadi sejak sebelum pandemi Covid-19 menghantam tanah air. Karena itu, seharusnya Menkeu Sri Mulyani dievaluasi oleh Presiden Joko Widodo.

Namun, Ujang meyakini Presiden Jokowi tidak akan mengevaluasi Sri Mulyani. Sebab, Sri Mulyani dinilai memiliki jaringan yang luas di luar negeri.

“Dari dulu juga sudah defisit. Jokowi tak akan pecat Sri Mulyani. Jika mau pecat sih, reshuffle kemarin sudah didepak. Tapi kan tidak?” katanya.

“Sri Mulyani itu penting bagi Jokowi, penting karena Sri Mulyani jaringan luas secara internasional, agar Indonesia bisa berutang. Karena tanpa utang, APBN kita juga tak jalan,” demikian Ujang Komarudin.

Jusuf Kalla sebelumnya menyebut akar persoalan bangsa Indonesia saat ini adalah pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir.

Menyoal sebab dan akibat, jebloknya ekonomi Indonesia saat ini tak bisa dilepaskan dengan Covid-19. Hal itu, kata JK, diperparah dengan kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang sudah mengalami defisit sebelumnya.

“Defisit APBN kita lebih dari Rp 1.000 triliun. Saya kira ini menjadi sejarah ekonomi kita, inilah yang tertinggi,” tuturnya dalam sebuah webinar bertema ‘Masalah Strategis Kebangsaan Dan Solusinya’, Minggu malam (27/12).

Bila hal ini tak segera dibenahi pemerintah, maka bukan tidak mungkin ekonomi semakin terperosok lebih dalam dan akan memunculkan masalah-masalah baru.

“Masalah berikutnya nanti bisa-bisa 30 hingga 40 persen daripada anggaran kita tahun berikutnya hanya untuk membayar bunga dan mencicil utang, itu yang akan kita hadapi,” tandasnya.(Red/RMOL)

Komentar